Indonesia merupakan salah satu negara dengan keanekaragaman bahasa tertinggi kedua di dunia (Walker et al., 2019). Menurut Badan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2023, Indonesia tercatat memiliki 718 bahasa yang aktif digunakan oleh seluruh penduduknya.
Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara kedua dengan jumlah bahasa terbanyak di dunia. Fakta ini menempatkan masyarakat Indonesia sebagai salah satu masyarakat multibahasa alami terbesar di dunia. Penelitian yang dilakukan oleh Tony Walker dan Indika Liyanage (2019) menyebutkan bahwa masyarakat Indonesia dilahirkan secara alami multibahasa, mereka menggunakan setidaknya dua bahasa dalam percakapan sehari-hari.
Terlebih lagi, diketahui bahwa setiap masyarakat Indonesia biasanya menguasai setidaknya tiga bahasa sepanjang hidupnya: bahasa daerah, bahasa nasional atau Bahasa Indonesia, dan satu bahasa asing, baik secara pasif maupun aktif (Lina Aris Ficayuma dkk., 2021).
Selain itu, Indonesia juga diakui sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia. Menurut Laporan The Royal Islamic Strategic Studies Center (RISSC) dalam The Muslim 500: The World’s 500 Most Influential Muslim 2024, Indonesia tercatat sebagai negara dengan populasi Muslim tertinggi di dunia. RISSC juga mencatat jumlah penduduk muslim di Indonesia mencapai 240,62 juta jiwa pada tahun 2023 atau setara dengan 86,7% dari total penduduk Indonesia sebanyak 277,53 juta jiwa.
Kedua fakta tentang Indonesia ini sangat mempengaruhi berbagai aspek, khususnya di bidang pendidikan. Menurut I Wayan Pastika (2013), perkembangan pendidikan formal di Indonesia saat ini menunjukkan adanya minat yang kuat terhadap pendekatan pendidikan berbasis multibahasa.
Pendekatan ini mengintegrasikan keragaman bahasa ke dalam proses pembelajaran sebagai media pengajaran, selaras dengan kurikulum dan program pendidikan yang ada di sekolah. Hal ini tercermin dari semakin banyaknya masyarakat Indonesia yang memilih sekolah yang tidak hanya mengadopsi kurikulum lengkap Kementerian Pendidikan RI, namun juga memasukkan kurikulum yang fokus pada peningkatan keterampilan bahasa asing (Tahir, 2015).
Pendidikan berbasis multibahasa bertujuan untuk mencapai kemahiran bahasa kedua dengan menggunakan bahasa asing sebagai media pengajaran utama. Pergeseran ini menanggapi tantangan yang semakin besar di dunia global, di mana setiap individu memerlukan kemahiran bahasa asing untuk berpartisipasi dalam sosialisasi internasional (Choi, 2020).
Terlebih lagi, fakta bahwa Indonesia memiliki populasi Muslim terbesar di dunia, membentuk sistem pendidikan modern di Indonesia untuk semakin mengadopsi pendidikan berbasis Character Building (Amri et al., 2017), sebagai jawaban atas perlunya landasan karakter yang kokoh. bagi siswa melalui pendidikan agama.
Saat ini pendidikan Islam dianggap sebagai kebutuhan utama di hampir semua lembaga pendidikan formal di Indonesia (Sofyan & Suhery, 2021). Bukan sekedar mata pelajaran tambahan tetapi juga merupakan nilai yang terintegrasi dalam setiap kegiatan dan prinsip pendidikan.
Tren ini menyebabkan tumbuhnya lembaga pendidikan berbasis model Pesantren, salah satu model pendidikan tertua di Indonesia. Sistem Pesantren telah bertransformasi menjadi konsep Boarding School yang memberikan bimbingan dan pengajaran selama 24 jam kepada santri yang tidak hanya mencakup pembelajaran akademis tetapi juga pengembangan karakter, ilmu agama, dan etika (Husamah et al., 2020).
Saat ini, banyak lembaga pendidikan modern di Indonesia yang telah mengadopsi kedua sistem ini – pendidikan multibahasa dan pendidikan berbasis pesantren (Alatas & Rachmayanti, 2020). Dengan demikian, Pondok Pesantren Bilingual atau Multibahasa Islam telah bermunculan hampir di setiap kota dan daerah di Indonesia.
Sistem pendidikan di Pondok Pesantren Bilingual Islam mengajarkan bahasa asing tidak hanya sebagai bahasa pengantar tetapi juga sebagai bahasa yang digunakan dalam aktivitas sehari-hari santri (Kusuma, 2019). Hal ini bertujuan untuk menghasilkan siswa yang mahir berbahasa asing, tidak hanya dalam mata pelajaran akademis tetapi juga dalam penggunaan bahasa sehari-hari.
Dalam lingkungan pendidikan yang penduduknya menggunakan bahasa asing, akan terjadi fenomena yang disebut dengan Pengaruh Lintas Linguistik. Kondisi ini mengacu pada pengetahuan suatu bahasa mempengaruhi pembelajaran dan penggunaan bahasa lain (Nelson et al., 2021).
Ketika seseorang dihadapkan dan mempelajari berbagai bahasa, mungkin terdapat interaksi antara bahasa-bahasa tersebut yang memengaruhi cara individu tersebut memperoleh, memproses, dan menggunakan elemen linguistik.
Pengaruh Lintas Linguistik terjadi karena beberapa faktor, misalnya: kesamaan dua bahasa, termasuk kesamaan kosa kata, struktur tata bahasa atau pola fonetik, faktor budaya dan pragmatis, tingkat kemahiran, dan masih banyak lagi (Ortega Duran, 2016).
Pengaruh Lintas Linguistik dapat terjadi baik secara positif maupun negatif. Meskipun hal tersebut dapat memfasilitasi pembelajaran bahasa dan transfer keterampilan, hal tersebut juga dapat menyebabkan kesalahan.
Penulis: Pramana Rafif, Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris, STKIP Al Hikmah Surabaya